Umat Islam di dunia diwajibkan untuk menunaikan ibadah haji jika mampu, minimal sekali seumur hidup. Bagi kaum non-muslim, terutama di negara-negara Barat, naik haji menjadi hal asing dan penuh misteri.
Namun kini, warga non-muslim di Inggris bisa sedikit belajar soal ibadah haji. Sebabnya, British Museum di kota London menggelar pameran berjudul 'Hajj: Journey to the Heart of Islam', khusus mengenai segala hal yang berhubungan dengan ibadah haji.
"Pameran ini ditujukan bagi semua orang, baik muslim maupun non-muslim, semua orang yang ingin tahu lebih dalam soal fenomena yang luar biasa ini, yang merupakan salah satu manifestasi keagamaan terbesar di dunia," ujar Direktur British Museum, Neil MacGregor, seperti dilansir oleh AFP, Jumat (27/1/2012).
"Naik haji menjadi satu-satunya praktik ajaran Islam yang tidak bisa dilihat oleh non-muslim. Menjadi penting untuk mengeksplorasi pengalaman dan untuk memahami apa makna naik haji bagi umat muslim saat ini, bagaimana maknanya selama berabad-abad dan bagaimana ibadah haji mempengaruhi dunia," imbuhnya.
Dalam pameran ini terdapat berbagai artefak langka, rekaman video, dan foto-foto dari orang-orang yang menjalani ibadah haji dari waktu ke waktu. Di antaranya seperti sebuah Al Quran dari abad ke-18, sebuah artefak bernama 'Mahmal', yang merupakan alat transportasi yang digunakan Sultan ketika melakukan perjalanan dari Kairo ke Makkah. Ada pula artefak bernama 'Milestone', yang merupakan batu lempeng yang digunakan oleh warga Irak saat naik haji untuk menandai rute ke Mekkah sehingga mereka bisa menemukan jalan pulang dengan mudah.
Sedangkan dari aliran modern, terdapat benda seni rupa bernama 'Magnetism', yang merupakan seni rupa minimalis hasil karya seniman Arab Saudi bernama Ahmed Mater. Seni rupa ini menggunakan magnet dan serpihan besi untuk menggambarkan suasana di Makkah saat para umat Muslim mengelilingi Kabah.
Selain itu terdapat juga berbagai buku ataupun catatan pengalaman dari para penjelajah Barat yang berhasil mengunjungi Makkah. Salah satunya seperti penjelajah Inggris, Richard Burton yang datang ke Makkah pada 1853 dan kemudian menuangkan pengalaman tersebut ke dalam sebuah buku. Kemudian juga seorang wanita bangsawan asal Skotlandia, Evelyn Cobbold yang mengunjungi Makkah pada 1933. Evelyn adalah seorang mualaf.
Dibutuhkan waktu 3 tahun untuk mendapatkan persetujuan dari seluruh museum di dunia agar memberikan dukungan terhadap penyelenggaraan pameran ini. Pameran ini akan digelar di British Museum sejak 26 Januari hingga 15 April mendatang.
Pameran ini merupakan rangkaian ketiga dari seri pameran perjalanan sakral. Dua pameran sebelumnya berjudul 'Treasures of Heaven' dan 'Book of the Dead'. Tujuan utama pameran ini adalah untuk meningkatkan pemahaman warga terhadap ibadah haji dan juga terhadap Islam itu sendiri.
Pameran ini diselenggarakan atas kerjasama dengan King Abdulaziz Public Library dari Riyadh, Arab Saudi. Benda-benda seni yang dipamerkan merupakan pinjaman dari berbagai museum di seluruh dunia. Namun sebagian besar disumbangkan oleh Nasser Khalili, yang merupakan kolektor seni Islam terbesar di dunia.
Namun kini, warga non-muslim di Inggris bisa sedikit belajar soal ibadah haji. Sebabnya, British Museum di kota London menggelar pameran berjudul 'Hajj: Journey to the Heart of Islam', khusus mengenai segala hal yang berhubungan dengan ibadah haji.
"Pameran ini ditujukan bagi semua orang, baik muslim maupun non-muslim, semua orang yang ingin tahu lebih dalam soal fenomena yang luar biasa ini, yang merupakan salah satu manifestasi keagamaan terbesar di dunia," ujar Direktur British Museum, Neil MacGregor, seperti dilansir oleh AFP, Jumat (27/1/2012).
"Naik haji menjadi satu-satunya praktik ajaran Islam yang tidak bisa dilihat oleh non-muslim. Menjadi penting untuk mengeksplorasi pengalaman dan untuk memahami apa makna naik haji bagi umat muslim saat ini, bagaimana maknanya selama berabad-abad dan bagaimana ibadah haji mempengaruhi dunia," imbuhnya.
Dalam pameran ini terdapat berbagai artefak langka, rekaman video, dan foto-foto dari orang-orang yang menjalani ibadah haji dari waktu ke waktu. Di antaranya seperti sebuah Al Quran dari abad ke-18, sebuah artefak bernama 'Mahmal', yang merupakan alat transportasi yang digunakan Sultan ketika melakukan perjalanan dari Kairo ke Makkah. Ada pula artefak bernama 'Milestone', yang merupakan batu lempeng yang digunakan oleh warga Irak saat naik haji untuk menandai rute ke Mekkah sehingga mereka bisa menemukan jalan pulang dengan mudah.
Sedangkan dari aliran modern, terdapat benda seni rupa bernama 'Magnetism', yang merupakan seni rupa minimalis hasil karya seniman Arab Saudi bernama Ahmed Mater. Seni rupa ini menggunakan magnet dan serpihan besi untuk menggambarkan suasana di Makkah saat para umat Muslim mengelilingi Kabah.
Selain itu terdapat juga berbagai buku ataupun catatan pengalaman dari para penjelajah Barat yang berhasil mengunjungi Makkah. Salah satunya seperti penjelajah Inggris, Richard Burton yang datang ke Makkah pada 1853 dan kemudian menuangkan pengalaman tersebut ke dalam sebuah buku. Kemudian juga seorang wanita bangsawan asal Skotlandia, Evelyn Cobbold yang mengunjungi Makkah pada 1933. Evelyn adalah seorang mualaf.
Dibutuhkan waktu 3 tahun untuk mendapatkan persetujuan dari seluruh museum di dunia agar memberikan dukungan terhadap penyelenggaraan pameran ini. Pameran ini akan digelar di British Museum sejak 26 Januari hingga 15 April mendatang.
Pameran ini merupakan rangkaian ketiga dari seri pameran perjalanan sakral. Dua pameran sebelumnya berjudul 'Treasures of Heaven' dan 'Book of the Dead'. Tujuan utama pameran ini adalah untuk meningkatkan pemahaman warga terhadap ibadah haji dan juga terhadap Islam itu sendiri.
Pameran ini diselenggarakan atas kerjasama dengan King Abdulaziz Public Library dari Riyadh, Arab Saudi. Benda-benda seni yang dipamerkan merupakan pinjaman dari berbagai museum di seluruh dunia. Namun sebagian besar disumbangkan oleh Nasser Khalili, yang merupakan kolektor seni Islam terbesar di dunia.
source: http://www.detiknews.com/read/2012/01/27/120306/1826884/1148/pameran-ibadah-haji-digelar-di-museum-inggris