Perihal terjualnya sebotol sampanye di klub malam tersebut tentulah bukan hal yang luar biasa, namun menjadi luar biasa jika sampanye tersebut adalah sebotol sampanye Cristal spesial ber-vintage tahun 1990 yang ia peroleh melalui sebuah lelang di balai lelang terkemuka Christie’s di London dengan harga AED 340 ribu alias 340 ribu dirham alias 850 juta rupiah! Harganya saat ini? AED 500 ribu per botolnya, atau kurang lebih 1.25 miliar rupiah! Konon hanya terdapat tiga botol sampanye serupa di seluruh dunia. Dua lainnya, di New York dan London, malah belum terjual hingga saat ini.

Cavalli Club - timeoutdubai.com
Sebuah kisah serupa yang tidak kalah menarik terjadi di sebuah klub malam lain yang juga tidak kalah prestisius, yaitu Mo*vida di Radisson Royal Hotel. Pada suatu malam menjelang jam tutup klub dan selagi para tamu mulai beranjak pulang, seorang tamu memesan 22 botol sampanye berukuran magnum (kurang lebih setara dua botol sampanye biasa). Belum lagi sang pelayan sempat menjelaskan bahwa klub akan ditutup empat menit lagi, sang tamu melanjutkan, “Bukan untuk saya, tapi untuk kalian.” sambil memberikan tip sejumlah AED 20 ribu (sekitar 50 juta rupiah) kepada pelayan tersebut. Wow…!

Mo*vida Dubai - ahlanlive.com
Selain pengaruh besarnya persentase ekspat yang mencapai hampir 80% jumlah penduduk (sebagian besarnya diperkirakan non-Muslim), target jumlah wisatawan negeri tersebut yang sangat ambisius (9 juta pengunjung pada tahun ini) tentu mensyaratkan adanya berbagai fasilitas rekreasi dan hiburan nomor satu, di samping kultur yang terbuka dan peraturan pemerintah yang fleksibel, apalagi pendapatan yang diperoleh dari distribusi alkohol di negara ini (termasuk dari pajak miras yang cukup tinggi) memberikan kontribusi yang tidak sedikit pada perekonomian setempat.

Wine glasses - expatwoman.com
Seberapa fleksibelkah peraturan pemerintah mengenai hal ini di Dubai? Sulit dijawab. Di satu sisi, pemerintah mensyaratkan bahwa alkohol hanya boleh dijual di toko-toko tertentu, serta restoran dan tempat-tempat hiburan tertentu yang memiliki izin pemerintah untuk memperdagangkan alkohol. Konsumsi alkohol juga dibatasi dengan menerbitkan liquor licence alias SIM (Surat Izin Minum-minum, hehehe). Untuk memperoleh SIM ini, ada berbagai persyaratan yang harus dipenuhi, di antaranya berusia 21 tahun atau lebih, memiliki visa menetap (residence visa), berpenghasilan bulanan lebih dari AED 3000 (sekitar Rp 7,5 juta), di samping tentu saja tidak beragama Islam.
Akan tetapi, pada kenyataannya peraturan ini sangat jarang ditegakkan. Minuman beralkohol dapat diperoleh dengan cukup bebas di berbagai restoran dan tempat hiburan tanpa perlu menunjukkan liquor licence. Bahkan di kawasan belanja duty free yang menghiasi bandara di Dubai dan Abu Dhabi, minuman beralkohol dapat diperoleh dengan bebas hanya dengan memperlihatkan paspor dan boarding pass. Penulis bahkan pernah beberapa kali menyaksikan beberapa pria dan wanita yang mengenakan pakaian khas setempat (abaya dan khandoura), dan hampir dapat dipastikan beragama Islam, mengonsumsi alkohol di beberapa restoran tanpa canggung (walaupun hal ini belum dapat diterima sepenuhnya oleh masyarakat).Jangan lupa juga bahwa salah satu syarat untuk memperoleh SIM di atas adalah memiliki visa menetap. Ini berarti bahwa para turis mancanegara yang “hanya” mengantongi visa turis atau visa kunjungan sebenarnya dilarang untuk mengonsumsi alkohol di negara ini, sesuatu yang sangat kontras dengan kenyataan yang dengan mudah kita dapati di lapangan. Bahkan, tamu pemesan sampanye Cristal senilai Rp 1.25 miliar di atas adalah warga negara Arab Saudi (!) yang sedang berkunjung ke Dubai.
Jadi…?

